JAKARTA -Peledakan bom secara paralel di dua hotel simbol Barat, JW Marriott dan Ritz-Carlton, disinyalir didanai jaringan internasional Al Qaeda.
Kedatangan beberapa orang dari Pakistan dan suatu negara di kawasan Timur Tengah sebelum peledakan itu juga disinyalir terkait rencana peledakan bom.
Polisi mulai mendapatkan titik terang soal indikasi itu tiga hari pascapeledakan bom di Mega Kuningan. Indikasi ini paralel dengan data Direktorat Jenderal Imigrasi.
Saat dikonfirmasi soal tren arus imigran tersebut, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Imigrasi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Barimbing Maroloan mengakui adanya peningkatan.
Menurut Barimbing, peningkatan gelombang masuk imigran asal Pakistan dan Afganistan berlangsung sejak akhir 2008 hingga semester pertama 2009. Mereka masuk melalui beberapa wilayah Riau dan Ambon. Ada juga yang ditemukan di Cilegon. Namun, imigran itu, kata Barimbing, sebagian sudah dikembalikan.
Berdasarkan data Ditjen Imigrasi per Juni 2009, terdapat 1.400 imigran yang masih berada di Indonesia. Dari jumlah itu, paling banyak berasal dari Afganistan. ”Mulai akhir tahun 2008 memang agak banyak, hingga awal 2009,” ujar Barimbing.
Menurut Barimbing, imigran itu dimintai keterangan mengenai tujuan, motivasi, dan status mereka. Yang ilegal dimasukkan ke rumah detensi, sementara pengungsi diserahkan ke Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) untuk dicarikan negara ketiga.
Soal keterlibatan jaringan di luar negeri itu, Kepala Desk Antiteror Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Inspektur Jenderal (Purn) Ansyaad Mbai mengatakan, indikasi itu memang sulit diabaikan.
”Kita harus bertolak dari fakta-fakta obyektif dari temuan di lapangan dan rekam jejak serangan teroris selama ini. Sulit mengabaikan indikasi itu,” kata Ansyaad kepada Kompas, Selasa (21/7).
Ansyaad mengingatkan, merujuk fakta persidangan terorisme pascapeledakan bom Bali I dan JW Marriott 2003, intelijen Pakistan menangkap Gun Gun Rusman Gunawan—adik Hambali—dan lima pelajar WNI di Pakistan. Gun Gun berperan mengorganisasi dana dari Pakistan, yakni dari tokoh Al Qaeda, Khalid Sheikh Mohammad, melalui keponakannya, Ammar Al-Baluchi. Dalam persidangan di Indonesia, peran Gun Gun itu terungkap.
”Dari Pakistan, dana dibawa ke Thailand, Malaysia, lalu ke Dumai (Riau), lalu digunakan untuk pengeboman Marriott 2003. Bukan tidak mungkin itu terjadi kali ini berdasarkan rekam jejak selama ini,” ujar Ansyaad.
Informasi yang dihimpun di kepolisian, suatu kelompok sel dari Jemaah Islamiyah—yang diduga melibatkan Noordin M Top—mulai intensif mempersiapkan rencana peledakan bom setidaknya sejak empat bulan sebelumnya.
Polisi tengah menggali lebih lanjut hasil temuan di lokasi kejadian, serta indikasi keterlibatan Al Qaeda tersebut dengan tersangka terorisme yang ditangkap di Cilacap, Jawa Tengah, Juni 2009, Saefudin Zuhri, rekanan dan pelindung Noordin M Top, yang masih diburu. Terlebih bahan peledak dalam penangkapan di Cilacap serupa dengan bahan peledak yang digunakan pada peledakan Marriott-Ritz Carlton.
”Saya optimistis satgas antiteror polisi mampu mengungkap semua ini. Semua pihak harus mendukung suasana yang kondusif, menepikan teori-teori tak berdasar, sehingga semua segera terungkap,” kata Ansyaad.
Tidak terkait
Dari Sukoharjo, Jawa Tengah, dilaporkan, Wakil Direktur III Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sholeh Ibrahim mengakui, Nur Sahid adalah salah satu alumnusnya. Nur Sahid tercatat pernah menimba ilmu setingkat SMP hingga SMA tahun 1988-1994. Namun, Sholeh menegaskan, secara institusi pondok pesantrennya tak terkait dengan peledakan bom. ”Sudah ada penelitian empat bulan dari Departemen Agama terhadap kurikulum kami. Hasilnya tidak ada persoalan,” kata Sholeh.
Nur Sahid merupakan orang yang diduga menjadi tamu di Hotel JW Marriott sejak 15 Juli 2009, sebagai pelaku bunuh diri di JW Marriott. ”Namun, apa yang dilakukan pelaku bom itu, jika memang benar, tidak ada kaitannya dengan kami. Itu ijtihad pribadi dia,” ujar Sholeh.
Direktur Pondok Pesantren Al Muaddib, Mahfudz, juga menolak anggapan pondok pesantren yang dipimpinnya di Desa Pasuruhan, Kecamatan Binangun, Cilacap, itu sebagai sarang teroris. Dia juga mengaku tidak mengetahui hubungan Ketua Yayasan Dakwah Islam Al Muaddib, Bahrudin Latif, dengan jaringan teroris.
Mahfudz menegaskan, pencarian Bahrudin oleh polisi bukan berarti Ponpes Al Muaddib merupakan sarang teroris. ”Peristiwa ini tidak ada hubungannya dengan ponpes. Kalaupun dugaan (teroris) itu benar, itu hanya ulah oknum,” ujarnya.
Di Media Centre di Bellagio Kuningan, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Nanan Soekarna mengatakan, polisi sedang menguji sampel DNA dua keluarga, yaitu keluarga Nur Sahid dan keluarga Ibrahim. Keduanya diduga bagian dari empat jenazah yang tengah diidentifikasi tim forensik Polri.
Dua jenazah lainnya diduga pasangan suami-istri asal Belanda. Identifikasi kedua WNA itu tengah dicek silang dengan data ante mortem. ”Ada dua yang sedang diperiksa. Yang satu dari Temanggung. Satu lagi dari Cirebon atas nama Ibrahim.”
Menurut keterangan polisi, pasangan suami istri Muh Nasir-Tuminem (orangtua Nur Sahid) dibawa ke Polda Jateng dari tempat tinggalnya di Desa Katekan, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung, Jateng, Senin (20/7) pagi. Adik Nur Sahid, Udin Mas’ud, juga diperiksa.
Pemeriksaan DNA juga dilakukan terhadap keluarga Ibrahim, penata bunga taman yang bekerja di Hotel JW Marriott. Ibrahim, seperti dilaporkan istrinya, Sucihani, menghilang sejak 13 Juli 2009. Ibrahim, warga Desa Sampora, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, bekerja sebagai penata bunga taman sejak 2005 dan hingga kini keberadaannya masih misterius.(SF/MHD/ANA/EKI/ cal/MDN/HAN/EVY)
Wednesday, July 22, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment