Pages

Tuesday, September 21, 2010

Inilah Hiburan Tentara AS di Medan Tempur

Serangan ke Irak dan Afghanistan menjadi saksi beragam kejahatan perang yang dilakukan penjajah. Namun kejahatan perang tersebut masih belum setimpal dengan hobi baru serdadu Amerika Serikat (AS). Berdasarkan laporan Koran Washington Post, sejumlah serdadu AS dituding membantai warga Afghanistan hanya sekedar hiburan dan olah raga. Mereka dengan seenaknya memilih warga dan menjadikan sasaran tembakan. Serdadu ini juga semakin sadis, tak puas membunuh, mereka juga memotong jari dan menyimpan tulang korban sebagai kenang-kenangan.

Sebelumnya Koran The Guardian juga melaporkan bahwa serdadu Amerika Serikat (AS) membantai warga sipil Afghanistan sekedar untuk bersenang-senang. Di edisi Kamis (9/9) Guardian menurunkan tulisan, 12 serdadu AS didakwa membentuk tim pembunuh rahasia dan menangkap warga Afghanistan sekenanya kemudian mereka membantai korban dengan granat. Lima anggota tim ini didakwa membantai tiga warga Afghansitan dan tujuh lainnya dituding menyembunyikan aksi sadis teman-teman mereka. Ini merupakan kejahatan perang paling serius yang terjadi di Afghanistan dan dilakukan pasukan artileri Stryker AS yang ditempatkan di Kandahar.

Sejumlah serdadu AS kepada komite penyidik kejahatan militer negara ini mengatakan, tim pembunuh ini dibentuk oleh Sersan. Calvin Gibbs dan dibantu oleh Jeremy Morlock. Keduanya senantiasa membicarakan betapa mudahnya membunuh warga Afghanistan dengan granat. Menurut sumber ini, jika para tersangka divonis bersalah maka mereka akan dijatuhi hukuman mati atau paling ringan hukuman seumur hidup.

Yang pasti aksi sadis ini tidak terbatas di Afghanistan, aksi serupa juga pernah diterapkan di Irak. Pada tahun 2004 kejahatan serdadu AS di Irak terbongkar dengan dirilisnya gambar yang menunjukkan tentara AS tengah menyiksa tahanan di penjara Abu Ghuraib hanya sebagai hiburan. Meski kemudian diberitakan bahwa aksi serdadu AS tersebut karena menjalankan perintah dari atasan mereka, namun aksi brutal ini dilakukan militer Amerika di saat Negeri Paman Sam keluar dari Mahkamah Kriminal Internasional (ICC).

Sikap AS keluar dari ICC merupakan strategi Washington untuk melindungi perwira dan pejabat mereka yang melakukan kejahatan perang. Hal ini pula yang membuat serdadu AS seenaknya membantai dan menyiksa warga sipil hanya sekedar bersenang-senang tanpa ada rasa takut diseret ke pengadilan kriminal internasional.

Washington sendiri secara terang-terangan tidak membiarkan serdadunya yang dituding melakukan tindakan brutal. Para serdadu tersebut kemudian diadili, namun hal ini hanya sekedar untuk menghindari tekanan dan kecaman publik internasional. Karena ternyata proses pengadilan tersebut banyak ditemukan cacat dan cela. Keadilan dan transparansi proses pengadilan bagi serdadu atau perwira yang dituding melakukan kejahatan perang ternyata tidak dikawal.

Hal ini dapat ditemukan dalam kasus penyiksaan di penjara Abu Ghuraib. Para tersangka yang katanya hanya melakukan instruksi dari Pentagon, namun ternyata pengadilan yang menangani kasus ini hanya menjatuhkan vonis penjara beberapa tahun saja. Ironisnya lagi yang mendapat ganjaran ini hanya sejumlah prajurit dan perwira rendahan saja. Oleh karena itu, tidak dapat diharapkan akan terjadi keadilan bagi para pelaku tindakan sadis terhadap warga Afghanistan dan pelakunya ditindak keras untuk menjadi contoh bagi para serdadu AS di seluruh dunia. (IRIB/MF/RM)


No comments:

Posting Terkini