Pages

Tuesday, June 15, 2010

Pantaskah Ariel dan Luna Dirajam?

Gelombang serbuan materi pornografi ke tengah-tengah masyarakat datang bak air bah. Datang silih berganti dalam hitungan detik. Terakhir yang menghebohkan video porno mirip Aril dan Luna Maya, serta Aril dan Cut Tari.

Penanganan Sementara

Merebaknya materi pornografi sangat mencemaskan. Penanganan yang dilakukan, baik oleh pemerintah, sekolah, maupun kalangan orang tua, masih seperti pemadam kebakaran. Penanganan masalah pornografi masih berkutat di bagian hilir, seperti razia ponsel di sekolah.

Demikian kesimpulan jumpa pers Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Yayasan Kita dan Buah Hati di Jakarta, kemarin, menanggapi merebaknya materi adegan mesum yang diduga dilakukan artis terkenal akhir-akhir ini.

Menurut Elly Risman dari Yayasan Kita dan Buah Hati, pornografi dapat merusak otak anak-anak, bahkan lebih jika dibandingkan dengan kerusakan dari narkoba.

"Pornografi adalah kokain lewat mata. Lebih buruk daripada narkoba yang hanya menyerang tiga bagian pada otak. Pornografi dapat merusak lima bagian otak," tuturnya.

Elly meyakini pornografi merusak otak anak yang belum memiliki perkembangan prefrontal cortex (PFC) yang sempurna.

Meski demikian, upaya menghukum anak yang kedapatan memperoleh materi pornografi, menurut Elly Risman, tidak menyelesaikan masalah. Upaya yang harus dilakukan adalah dengan mengajak dialog anak dan memberikan pengertian tentang masalah tersebut.

Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyesalkan maraknya peredaran video porno sehingga membahayakan anak-anak, dengan posisi anak-anak dalam kasus pornografi senantiasa menjadi korban.

"Kenapa mereka yang dihukum? Padahal mereka korban dari tayangan itu," kata Arist seraya menolak dilakukan razia ponsel di kalangan pelajar.

Khusus kepada figur publik yang diduga melakukan adegan mesum tersebut, Arist mengimbau jangan ngumpet. "Tampillah ke publik dan menyampaikan permohonan maaf," pintanya.

Di tempat terpisah, Ketua Satgas Perlindungan Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Rachmat Sentika menjelaskan setiap anak yang sedang dalam masa pertumbuhan mencapai kedewasaan akan mengalami tumbuh kembang otak dengan pesat hingga usia enam tahun.

Kemudian, setelah usia enam tahun, anak akan merekam semua pengalaman yang dilihatnya. Karena itu, pengalaman yang masuk ke otak anak akan sulit untuk dihapus. "Pengalaman menonton video porno bagi anak ibarat penyakit yang tidak ada obatnya," ungkapnya.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar mengaku risau dengan maraknya materi pornografi. "Kasus video porno artis membuka mata kita bahwa bangsa ini tengah kehilangan identitas dan mengalami krisis moral. Menyikapi itu, peraturan pemerintah ini langsung kita kebut," ujarnya.

PP yang akan dituntaskan Oktober mendatang merupakan turunan dari Pasal 16 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal 16 mengatur soal perlindungan terhadap korban pornografi dan pelaku anak.

Kejam dan Hukum Islam

Sementara itu, Dina Y. Suleiman, penulis dan pengamat, ketika mengomentari kasus video porno yang akhir-akhir ini merebak di tengah masyarakat secara luas, menilai hukum rajam sebagai hal yang wajar bagi pelaku zina yang sudha menjadi konsumsi umum.

Menurutnya, hukum Islam memang benar-benar didesain oleh Dzat yang Maha Tahu, Maha Kuasa dan Maha Bijak. Allah Swt benar-benar lebih mengetahui manusia. Akan tetapi manusia malah "sok tahu" dan merasa lebih tahu mana yang baik dan mana yang tidak buat dirinya.

Dina juga berkomentar, banyak orang berpikir bahwa hukum Islam itu kejam. Dalam hukum Islam, zina dikenai hukum rajam. Dina menambahkan, " Saya dulu sempat berpikir hal yang sama bahwa Islam itu terkesan kejam."

Lebih lanjut Dina menjelaskan, "Akan tetapi, penjelasan mengenai hukum rajam tuntas setelah saya melanjutkan studi di Iran." Menurut Dina yang menyumbangkan pengalamannya selama di Iran, meski Iran memberlakuhan hukum Islam, tapi ia tidak pernah implementasi hukum itui di Iran.

Dina menjelaskan, hukum rajam terhadap pezina disyaratkan harus ada minimal saksi dua laki-laki atau empat perempuan, yang benar-benar melihat adegan perzinaan itu. Hukum itu menjelaskan bahwa zina sebenarnya memang urusan privat dan yang bertanggung jawab adalah si pelaku di hadapan Allah. Tapi, bila perzinaan itu dilakukan di depan umum, hal itu bukan privat lagi. Dengan ungkapan lain, itu akan menjadi konsumsi umum.
Lebih 60 Persen Perempuan Tidak Perawan

Ketika perzinaan diumbar di depan umum, maka dampak sosialnya sangat besar. Hari ini, kita membaca kabar, rekaman video porno amat merajalela, bahkan dengan mudah diakses anak-anak SD. Dikabarkan, ada jutaan orang Indonesia yang men-download video "Ariel" dan selama ini pun, ada ribuan orang (termasuk remaja) yang rajin mendokumentasikan urusan privatnya itu untuk kemudian diupload di internet. Indonesia pun menjadi negara urutan ke-2 di Asia yang ‘melegalkan' pornografi. Secara resmi, video porno mungkin tidak legal, tapi buktinya, video vulgar mudah sekali diakses di negeri ini.

Hasil Survey


Survey dari Yayasan Kita dan Buah Hati menyebutkan, 1 dari 3 anak kecil sudah biasa melihat pornografi, sedangkan 1 dari 2 anak mengakses pornografi di rumah melalui game, komik, internet dan televisi. Menurut Yayasan tersebut, 50% sinetron Indonesia mengandung pornografi

Tak heran, bila survei Komnas Anak menyebutkan, sekitar 60% pelajar SMP-SMA tidak perawan lagi. Menurut data terbaru, Komisi Nasional Perlindungan Anak merilis data bahwa 62,7 persen remaja SMP di Indonesia sudah tidak perawan. Hal tersebut diakibatkan besarnya rasa keingintahuan remaja SMP terhadap seks.

Komnas memperkirakan, dengan semakin banyaknya peredaran video mesum seperti sekarang, angka itu semakin meningkat lagi.
"Kami yakin hal tersebut akan lebih meningkat lagi dengan adanya video yang sekarang ini beredar," kata Sekretaris Jenderal Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait dalam konferensi pers di Sekretariat Komnas Perlindungan Anak, Sabtu (12/6/2010).

Hasil lain dari survei itu, ternyata 93,7 persen siswa SMP dan SMA pernah melakukan ciuman, 21,2 persen remaja SMP mengaku pernah aborsi, dan 97 persen remaja SMP dan SMA pernah melihat film forno.

Menurut Arist, remaja SMP tergolong memiliki banyak pengetahuan seksual lebih banyak daripada remaja SMA.
"Remaja SMP perempuan memiliki pengetahuan seksual yang lebih banyak dibandingkan dengan remaja laki-laki SMP," katanya. Selain itu, berdasarkan penelitian, sebagian besar remaja SMP dan SMA tergolong telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai seksualitas.

Di penghujung catatannya, Dina, penulis dan ibu rumah tangga itu, mengatakan, "Akan kemana bangsa ini?" Dalam situasi seperti ini, masihkah apa yang dilakukan "Ariel" dan orang-orang lain yang ‘sakit' (mungkin narsistik, parafilia, atau bisa jadi eksibisionis) karena punya kegemaran merekam wilayah privatnya, dianggap sebagai persoalan privat? Masihkah negara berdebat, perlu tidaknya "Ariel" -atau siapapun yang melakukan perbuatan serupa- dihukum seberat-beratnya?!! (Media Indonesia/ IRIB/ AR)


No comments:

Posting Terkini