Ketua Umum DPP Partai Golkar, Jusuf Kalla (tiga dari kanan) bersama para petinggi partainya menyambut rombongan fungsionaris Partai PDI Perjuangan yang dipimpin oleh Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PDIP, Taufik Kiemas (dua dari kiri) di kediamannya, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (23/4). Pertemuan tokoh elit kedua partai ini dalam rangka penjajakan koalisi untuk Pemilu Presiden mendatang
JAKARTA, — Pengamat politik Indonesia Institute, Cecep Effendi, berpandangan, pemilu tahun 2009 ini harus menjadi pembelajaran bagi Partai Golkar. Kegagalan dan merosotnya perolehan suara Golkar pada pemilu legislatif, menurutnya, salah satunya karena Golkar tak pernah mau belajar menjadi oposisi. Sejarah memang mencatat, partai penguasa Orde Baru ini selalu menjadi penguasa dan berada di lingkaran kekuasaan.
"Golkar gagal dalam perolehan suara karena tidak pernah belajar menjadi oposisi. Sebagai partai besar, bagus kalau Golkar belajar menjadi oposisi," kata Cecep, pada diskusi Dialektika Demokrasi, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (24/4).
Partai besar, urai Cecep, seharusnya tidak terus-menerus menempatkan diri dalam lingkaran kekuasaan. Jika menjadi oposisi, Golkar justru akan mempunyai waktu untuk melakukan konsolidasi internal.
"Tapi pertanyaannya, apakah orang-orang Golkar secara kolektif siap dan mampu beroposisi? Bisakah menjamin, jika ada tawaran masuk ke kabinet pada orang per orang akan ditolak? Kalaupun menjadi oposisi, saya berharap menjadi oposisi yang berkualitas," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua DPP Partai Golkar Burhanuddin Napitulu juga menyatakan, Golkar tak menutup pintu menjadi oposisi. "Tidak ada yang permanen dalam konteks politik nasional. Kalau kalah pilpres, ya jadi oposisi," kata dia.
Kemarin, dalam Rapimnassus, Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla juga mengatakan, Golkar harus belajar menjadi oposisi jika realitasnya menghendaki demikian.
Friday, April 24, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment