Tampaknya, ada kebijakan yang berseberangan antara sepak terjang pejabat teras Tel Aviv yang disibukkan dengan rencana menyulut perang baru dengan Lebanon, dan ketakutan warga "negara jarahan" ini atas meletusnya perang baru.
Di satu sisi, Israel bermaksud memulai perang atas Lebanon untuk mencegah kemungkinan persetujuan Majelis Umum PBB soal pembentukan negara merdeka Palestina. Di sisi lain, gelombang ketakutan akibat kemungkinan meletusnya perang ini semakin menjadi-jadi.
Militer Israel menyulut perang baru ini untuk menguasai zona khusus ekonomi Lebanon di Laut Mediterania, sekaligus menjegal pembentukan negara independen Palestina. Menurut koran An-Nahar Lebanon, Israel mengancam akan menggunakan kekuatan militer jika instalasi laut di kawasan itu mendapat serangan rudal Hizbullah.
Saat ini, para arsitek perang Israel tengah memfokuskan pada perubahan struktural kemampuan militer Hizbullah sebagai persiapan perang mendatang. Koran Israel, Yediot Aharonot menilai militer Israel lebih mengenali sepak terjang Hizbullah melebihi tahun 2006. Ditambahkannya, Israel selama ini telah banyak menyusun skenario untuk memulai perang baru terhadap Hizbullah.
Di tengah berbagai persiapan penyerangan itu, badai krisis terus membayangi Israel dari masalah politik hingga ekonomi. Kini, rezim Zionis menghadapi problem pengungsian balik yang mengancam masa depan Israel. Betapa tidak, sebagaimana dilaporkan Al-manar, pada periode Perdana Menteri Benyamin Netanyahu, puluhan ribu orang Zionis meninggalkan Israel. Gelombang migrasi balik besar-besaran ini memicu kekhawatiran Tel Aviv. Para pengamat menilai eksodus besar-besaran ini dipicu oleh kekhawatiran kemungkinan meletusnya perang, terutama menghadapi Hizbullah Lebanon seperti yang terjadi pada tahun 2006 silam.
Dilaporkan sekitar 65 persen Zionis berencana untuk meninggalkan Israel. Bahkan, mayoritas mahasiswa Zionis yang belajar di luar negeri bertekad tidak akan kembali ke Israel. Lebih dari itu, para pemimpin rezim Zionis terpaksa mengirim anak-anaknya studi di luar Israel.
Televisi al-Alam melaporkan pada tahun 2002, rezim Zionis mengalami penurunan imigran dari luar ke Israel hingga 31 persen. Akibat memburuknya kondisi politik dan ekonomi yang melanda rezim Zionis, sekitar 270 ribu imigran dari Rusia dan Eropa yang memasuki Palestina pendudukan, akhirnya meninggalkan Israel menuju AS, Kanada dan Australia.
Sebuah pusat riset Zionis mengungkapkan bahwa sekitar 600 hingga 700 ribu orang yang berniat meninggalkan Israel jika perang meletus adalah kalangan terdidik, para peneliti, akademisi dan intelektual Zionis.
Sejatinya, sikap haus perang Netanyahu yang memicu kekhawatiran warga Israel sendiri memperjelas indikasi semakin dekatnya kehancuran rezim agresor Israel. Saat ini, kita menyaksikan sendiri tanda-tandanya.(IRIB/PH)
No comments:
Post a Comment