Pengukuran dan penggalian situs Bukit Kerang Kawal Darat (BKKD) di Desa Kawal, Pulau Bintan.
Bintan (BP) - Sejarah Pulau Bintan, tampaknya harus ditulis ulang menyusul hasil ekskavasi atau penggalian tim arkeologi dari Balai Arkeologi (Balar) Medan terhadap situs Bukit Kerang Kawal Darat (BKKD) di Desa Kawal, Pulau Bintan. Para arkeolog menemukan bukti adanya kehidupan manusia pra sejarah atau purba di situs tersebut. Manusia pra sejarah di Bukit Kerang Kawal Darat ini diperkirakan hidup di zaman Mesolithikum (zaman batu pertengahan) atau sekitar 3000 – 5000 tahun sebelum Masehi.
Beberapa temuan tim yang diketuai langsung Ka Balar Medan, Lukas P dan ahli Bukit Kerang, Ketut di BKKD atau Kjoekkenmoddinger antara lain gerabah pra sejarah dan serpihan alat pukul. Selain itu ditemukan juga perkakas dari tulang hewan, yang digunakan untuk mencungkil. Temuan berbagai perkakas kehidupan manusia sejarah di Pulau Bintan itu disampaikan Kadis Pariwisata Bintan, Raja Akib Rachim menjawab Batam Pos, Ahad (15/2).
Sejarahwan Kepri, Aswandi Syahri yang menemukan situs Kjoekkenmoddinger di Kawal ketika sedang meneliti tentang cerita rakyat Bintan dan diangkat pertama kali oleh Batam Pos, Jumat 19 Oktober 2007 lalu, ekskavasi ini merupakan pra penelitian yang disejalankan dengan penyuluhan cagar budaya menjawab surat Dinas Pariwisata Bintan sekitar 1 tahun yang lalu. Menyusul pemberitaan temuan Kjoekkenmoddinger tersebut.
Kjoekkenmoddinger, jelasnya, berasal dari Bahasa Denmark yang berarti sampah dapur.
Wujudnya, adalah tumpukan kulit kerang dan sejenisnya yang sudah membatu dengan ketinggian beberapa meter dari permukaan tanah. Kerang-kerangan ini merupakan makanan manusia pra sejarah sekitar 3000 – 5000 tahun sebelum Masehi. Ditemukan pertama kali di sekitar Pantai Timur Sumatera tahun 1925 oleh peneliti Dr PV Van Stein Callenfels. Di tempat itu dia juga menemukan kapak genggam, yang disebut dengan pebble atau kapak Sumatera (Sumatralith).
”Ini merupakan wujud adanya kebudayaan manusia pra sejarah di Pulau Bintan,” ujar Aswandi Syahri yang ikut bersama tim arkeologi itu.
Berdasarkan literatur tentang bukit kerang, lokasi itu seharusnya berada di tepi laut atau muara. Sedangkan, BKKD di Kawal itu letaknya sekitar 4,7 kilometer dari garis pantai dan muara. Namun, dari tepi Sungai Kawal jaraknya hanya sekitar 500 meter. Perlu penelitian lebih lanjut, kenapa lokasi ini jauh dari pantai seperti temuan serupa di Pantai Timur Sumatera –antara Langsa dan Medan-, atau karena garis pantai timur Pulau Bintan yang berubah.
”Situs ini sangat penting bagi ilmu pengetahuan dan penelitian lanjutan sangat diperlukan. Terutama untuk mengetahui usia bukit kerang itu,” terang Aswandi.
Hal senada disampaikan Akib Rachim, yang menegaskan berbagai temuan itu sudah membuktikan adanya kehidupan manusia pra sejarah di Pulau Bintan dan penelitian lanjutan diperlukan untuk menentukan usia manusia pra sejarah tersebut. Di samping itu, Pemkab Bintan juga memastikan penyelamatan situs BKKD itu.
Karena selain menjadi sumber pengetahuan, situs itu juga merupakan objek wisata baru yang sangat menarik di Pulau Bintan. Apalagi seiring dengan pengembangan wisata mangrove yang sedang digalakkan Kab Bintan di sepanjang Sungai Kawal. Keberadaan situs menjadi nilai tambah yang sangat berharga.
Saat ini lokasi situs sudah mudah ditempuh dengan kendaraan roda empat karena sudah dibuat jalan tanah yang dikeraskan. Jalan ini nantinya akan ditingkatkan, sehingga turis, pelajar, mahasiswa dan masyarakat bisa lebih mudah mengunjungi situs tersebut. Berbeda saat koran ini pertama kali datang akhir 2007 lalu, harus berputar-putar di perkebunan sawit dan keluar masuk semak belukar tinggi.
Itupun harus membawa dua warga setempat karena tak kunjung menemukan lokasi yang oleh masyarakat setempat awalnya disebut dengan Benteng Ulubatak.
”Waktu kita pergi dulu masih teruklah, tak ada jalan tak ada petunjuk. Sekarang, sejak ditangani Dinas Pariwisata Bintan lokasi ini sudah mudah didatangi,” terang Aswandi. (git)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment