
Warga yang tinggal di belakang areal PT Jace Octavia Mandiri (JOM), Sagulung, Batam meminta agar 3.800 ton ferrosand yang diduga mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) bisa dipindahkan secepatnya. Apalagi saat ini ada satu keluarga yang terkena penyakit gatal-gatal.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sendiri telah menyatakan 3.800 ton ferrosand dari produk LS-Nikko asal Busan, Korea Selatan merupakan limbah B3.
”Kami sangat takut dengan dampak dari limbah tersebut. Kami mohon pemerintah untuk memindahkan secepatnya,” kata Murwasih, 30, yang tinggal di pabrik percetakan Batako dekat limbah itu ditimbun, kepada Batam Pos, kemarin.
Selama limbah itu berada di sana, Murwasih dan tetangganya sangat takut kena dampat buruknya. Untuk mengantisipasi hal itu, warga pun tak mau lagi menggunakan air sumur yang selama ini merejka gunakan.
”Sejak tahu ada limbah, mulai dari cuci baju, masak, mandi dan yang berkaitan dengan air, kita menggunakan air dari ATB,” akunya.
Ketika ditanya mengenai kondisi ketiga anaknya Ilham, 4, Sovi, 12, dan Ida, 8, yang sempat mengalami penyakit gatal-gatal secara tiba-tiba, Murwasih mengaku, ketiganya sudah sembuh. Namun yang masih mengalami gatal-gatal hingga saat ini, hanya suaminya.
Camat Sagulung Zulkifli mengatakan, jika pasir hitam itu sudah dipastikan sebagai limbah B3, sebaiknya limbah itu jangan terlalu lama dibiarkan dekat dengan lingkungan perumahan. ”Kalau terlalu lama di sana, bisa berbahaya dan warga menjadi resah,” kata Zulkifli.
Menteri Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Rachmat Witoelar, akhirnya memerintahkan kepada PT JOM untuk melakukan re-ekspor 3.800 ton ferrosand ke negara asalnya Korea Selatan.
Hal ini disampaikan Rachmat Witoelar saat melakukan sidak bersama Kepala Bapedal Batam Dendi Purnomo, di PT JOM di Sagulung, Batam, Jumat (27/2). Selain re-ekspor, KLH juga melakukan penyelidikan bersama penyidik dari Batam soal limbah tersebut.
Dendi menjelaskan, pihaknya juga sudah menyarankan kepada PT JOM yang mendatangkan ferrosand untuk memasukan ke dalam tempat dan jangan dibiarkan menumpuk di lapangan terbuka. Lalu kapan re-ekspor? Dendi mengaku menunggu perintah dari pusat.
Dendi juga menyebutkan, pihak Bapedalda Batam tidak mengetahui proses impor limbah karena soal perizinan impor dari KLH. Tapi pihak KLH merasa tidak sesuai izin yang semula disampai ke KLH.
Data yang diperoleh Batam Pos menyebutkan, izin impor yang diperoleh PT JOM mendapat restu dari semua instansi yang berwenang. Izin rekomendasi dari impor ferrosand perindustrian nomor:995/ILMTA/XII/2008, izin dari rekomendasi dari Bapedalda Batam No 575/Bapedal/PLH/IX/2008.
Kemudian PT JOM juga mendapatkan pemberitahuan dari Bea dan Cukai nomor S-18925/R/BC.1/2009. Kemudian surat izin pengeluaran barang dari BC dengan Nomor 001608/KPU.02/BD.03/2009. Lalu surat pemeriksaan Pabean No.Peng :020401-000124-20090202-00244.
Selain itu, PT JOM juga mendapatkan izin dari sebuah lembaga surveyor terkenal Sucofindo untuk mendatangkan limbah tersebut. Sucofindo juga menerbitkan sertifikat pemeriksaan Nomor 00529/ABAPAC, lalu laporan analisis dari Sucofindo Nomor 00531/EEAPAC.
Kemudian PT JOM mendapatkan sertifikat dari pabrik LS-Nikko bahwasanya limbah tersebut tidak mengandung limbah B3. Nomor sertifikatnya No:2008-04-14-02 dan telah disahkan oleh Kedutaan Korea Selatan di Jakarta.
Selain itu, ada juga sertifkat dari Pabrik Nikko sebagai agen penjualan di Indonesia NO 2008-04-14 dan telah disahkan Kedutaan Koera Selatan di Jakarta. Hasil tes laboratorium uji materil dari Badan Atom Nasional (Batan) nomor Sertifikat 14/05/SHU/II/2009. Perusahaan pengimpor juga mendapatkan izin persetujuan dari Penanaman Modal Asing No 39/KI/1/PMA No Proyek 2694-20256.
Anehnya setelah limbah tersebut masuk ke Batam dan dilakukan uji laboratorium KLH, ferrosand tersebut mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3). ”Itu jenis cooper sludge. Sudah diperiksa dan hasilnya terbukti mengandung B3. Dan jelas masuk daftar barang big no-no,” tegas Rachmat.
Lalu mengapa pihak KLH bisa memberikan izin impornya? Menurut Rachmat, kemungkinan, pihak importir telah memalsukan dokumen atau memasok barang yang tidak sesuai dengan izin. ”Bisa saja, izinnya pesan jambu, tapi yang datang kelereng,” canda Rachmat.
Mengenai sanksi, jelas Dendi, tergantung dari hasil penyelidikan pusat dan daerah. Semua sudah diatur dengan undang-undang yang berlaku saat ini. Menurut dia, Bapedal sudah melakukan pengawasan yang ketat di Batam. Jika dibandingkan tahun 2006, jumlah pengawasan limbah jauh lebih banyak saat ini. Tahun 2006, Bapedalda melakukan pengawasan sebanyak 2.469 sedangkan tahun 2008, Bapelda sudah melakukan 4.027 limbah yang masuk ke Batam.
”Kita sudah efektif melakukan pengawasan terhadap masuk ke Batam,” kata Dendi. (mat/rob/cr1)
1 comment:
dear sir/madam this a corective action for the word on your article here the right one is "copper slag" not cooper sludge. Thanks for the attention
Post a Comment