Pages

Saturday, April 18, 2009

Pemilu : Jusuf Kalla Tak Aman

Dua Kubu Internal Golkar Bertarung

Pengajuan Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla sebagai pendamping SBY di internal partai, ternyata belum sepenuhnya aman. Meski sudah hampir pasti hanya mengajukan cawapres pada pilpres nanti, partai berlambang beringin itu tetap membuka peluang kader lainnya untuk masuk. Segalanya tergantung rapimnas khusus nanti.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono bahkan menyatakan, ada pula kemungkinan kalau rapimnas khusus 23 April nanti pada akhirnya memutuskan, akan mengirim lebih dari satu nama untuk dipilih SBY.

’’Yang diajukan, tentu bisa satu bisa lebih, tergantung rapimnas,” ujarnya, kepada wartawan, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin (16/4).

Menurut dia, hingga saat ini, tidak ada satu nama pun yang sudah pasti akan diajukan sebagai cawapres. Termasuk, belum ada langkah pencoretan terhadap kandidat lainnya.

’’Kalaupun sekarang ada beberapa nama yang beredar, termasuk Pak JK, itu masih (pendapat) pribadi,” tandas ketua DPR tersebut.

Pasalnya, rencana koalisi Partai Demokrat dan Partai Golkar yang disepakati dalam pertemuan empat mata SBY-JK di Cikeas Senin malam malah membuat pertarungan antarkubu di internal Golkar memanas. Hingga tadi malam, masih ada dua opsi besar pascapemilu legislatif, yakni menerima tawaran Demokrat dan meneruskan rencana koalisi gonden triangle dengan bergabung bersama PDIP-Hanura-Gerindra-PPP.

Kubu yang menerima tawaran koalisi dengan Demokrat diwakili para Pengurus Harian DPP Partai Golkar, sejumlah ketua DPD asal Sulawesi, dan sejumlah anggota Dewan Penasihat Partai Golkar seperti Aburizal Bakrie dan Fahmi Idris.

Arus utama yang menerima koalisi ini pun masih terbelah lagi menjadi dua kubu. Kubu pertama mendorong Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla menjadi calon wakil presiden bagi SBY, kubu kedua menginginkan kursi calon wakil presiden yang ditawarkan SBY diperebutkan lima kader utama Golkar yang memuncaki sigi penjaringan calon presiden Partai Golkar. Lima nama itu adalah Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Surya Paloh, Agung Laksono, dan Sri Sultan Hamengkubuwono X.

Sementara, kubu yang menginginkan koalisi golden triangle dimotori Ketua Dewan Penasihat DPP Partai Golkar Surya Paloh. Pengusaha media itu kini menjadi satu-satunya pengurus yang masih kerap berkomunikasi dengan Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri usai kekalahan Golkar di pemilu legislatif.

Tadi malam, kubu-kubu di tubuh Golkar tersebut bertemu dalam Rapat Konsultasi Nasional Partai Golkar di kantor DPP Partai Golkar, Jalan Anggrek Nelly Murni, Slipi, Jakarta Barat. Pertemuan tertutup yang dimulai tepat pukul 20.00 tersebut dipimpin langsung Jusuf Kalla.

Hadir dalam rapat tersebut Ketua Dewan Penasihat Surya Paloh, anggota Dewan Penasihat Aburizal Bakrie, anggota Dewan Penasihat Fahmi Idris, Wakil Ketua Umum Agung Laksono, Sekjen Soemarsono, sejumlah wakil Sekjen, ketua-ketua DPP Golkar, bendahara umum, dan wakil-wakil bendahara umum. Hadir pula 33 ketua DPD I Partai Golkar se-Indonesia.

Rapat konsultasi yang berakhir sekitar pukul 21.30 memutuskan untuk membuang opsi ketiga, yakni menampik tawaran koalisi dari Demokrat maupun PDI Perjuangan dan tetap mengusung calon presiden sendiri.

”Suara Golkar tidak banyak, dengan suara 14 persen mau tidak mau harus koalisi. Tidak mungkin mengajukan calon presiden sendiri, karena suaranya tidak sampai 20 persen. Syarat pengajuan capres kan harus 20 persen, jadi Golkar tidak mungkin mengajukan capres,” ujar Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla.

Meski demikian, rapat konsultasi belum mengambil keputusan akan berkoalisi dengan kubu SBY atau kubu Mega. Keputusan tentang hal itu akan diambil dalam Rapimnasus pada 23 April mendatang. ’’Intinya, koalisi harus menguntungkan bangsa dan negara dan menguntungkan partai,” tandasnya.

”Katakanlah Golkar berkoalisi dengan Demokrat, koalisi yang dibangun harus menguntungkan kedua partai. Kalau menguntungkan salah satu kita tidak mau,” tegasnya.

Kedua, kata Kalla, koalisi yang dipilih harus diyakini mampu memenangkan pemilu presiden dan bisa menjalankan pemerintahan. ”Masak berkoalisi untuk kalah. Karena itu tentu kita pilih yang peluang menangnya paling besar,” terang Kalla.

Meski arahnya hampir pasti berkoalisi dengan Partai Demokrat dan mengusung SBY sebagai calon presiden, Jusuf Kalla tidak bersedia membeberkan konsesi yang bakal diterima Golkar, termasuk calon wakil presiden yang akan diajukan Golkar. ”Itu nanti diputuskan pada (Rapimnasus) 23 April,” paparnya.

Hasil rapat tadi malam tentu tidak diterima bulat seluruh pimpinan Golkar. Salah satu pentolan kubu yang menginginkan Golkar tetap mengusung kadernya menjadi calon presiden adalah Ketua DPD I Partai Golkar Yogyakarta Gandung Pardiman. Dia menilai keputusan tersebut mengancam masa depan Golkar.


”Banyak partai lain yang suaranya lebih kecil tetap optimistis mengusung calon presiden. Hanura, Gerindra, dan partai yang suaranya lebih kecil saja berani memajukan capres. Masak partai sebesar Golkar tidak berani,” ujar Gandung.

Menurut dia, apabila Golkar masih tetap di bawah bayang-bayang SBY di pemerintahan, akan membahayakan Partai Golkar di Pemilu Legislatif 2014. ”Jika pemerintahan dianggap berhasil, presiden yang akan dinilai berhasil, sementara bila gagal, suara Golkar akan terancam melorot lebih dalam,” cetusnya. “Sekarang perolehan suara Golkar turun lima persen. Kalau pemilu depan melorot lagi 5 persen atau 10 persen, lama-lama Golkar akan almarhum,” tukasnya.

Pertarungan tak kalah seru adalah saling sodok siapa calon wakil presiden yang akan diusung Golkar. Tadi malam, rapat konsultasi memang belum memutuskan siapa calon wakil presiden yang akan diajukan sebagai konsesi koalisi. Namun, dari lima nama yang beredar, nama Jusuf Kalla menduduki urutan pertama. Surya Paloh yang sebelumnya terlihat berambisi usai pertemuan tadi malam langsung melempar handuk.

”Hal terpenting dalam partai adalah soliditas. Kalau memang untuk soliditas partai harus ketua umum yang diajukan sebagai calon wakil presiden, tentu kita mengutamakan partai tetap solid,” tandasnya.

Agung Laksono yang namanya masuk penjaringan, angkat tangan. Menurut dia, ketua umum adalah lambang partai. Karena itu, sudah sepatutnya partai memberi kesempatan pertama pada Jusuf Kalla menjadi calon wakil presiden. ”Karena bagaimana pun, Beliau adalah ketua umum, dan sudah menjalin hubungan yang baik (dengan SBY) di pemerintahan,” terangnya.

Keputusan menyandingkan SBY-JK juga dinilainya baik bagi bangsa. Bila Jusuf Kalla dipasangkan dengan SBY, rakyat sudah bisa mendapatkan gambaran kinerja pemerintah ke depan seperti apa. ”Mereka juga bisa melanjutkan program-program yang belum terlaksana dalam empat tahun pertama,” paparnya.

Agung Laksono mengakui, rapat pengurus harian DPP Partai Golkar pada Minggu malam lalu sepakat untuk mengajukan nama Jusuf Kalla sebagai pendamping SBY. Namun, ketika itu dikomunikasikan pada Ketua Dewan Pambina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, dia meminta agar Jusuf Kalla tidak maju secara pribadi, tapi partai.

Rapat tadi malam juga sepakat untuk menugaskan ketua-ketua DPD I Partai Golkar menggelar rapat pimpinan daerah (Rapimda) dengan ketua-ketua DPD II Golkar di masing-masing provinsi. Rapimda digelar untuk memutuskan arah koalisi yang disepakati ketua-ketua DPD II se-Indonesia.

Sesuai AD/ART Golkar, hak bersuara di forum Rapimnas memang hanya dimiliki DPP dan DPD I. Hal ini berbeda dengan forum musyawarah nasional (munas) yang hak bersuaranya juga dimiliki DPD II.

”Setelah rapat ini, DPD I harus menggelar Rapimda dulu. Kesepakatan di Rapimnda intinya apakah sesuai rekomendasi DPP yang menginginkan berkoalisi dengan Partai Demokrat,” terang anggota Dewan Penasihat Golkar Aburizal Bakrie.

Rapimda tersebut juga bertujuan memblokade bola liar pencalonan Akbar Tandjung sebagai calon wakil presiden untuk SBY. Meski tidak lagi menjabat posisi apa pun di DPP Partai Golkar, Akbar memang dikenal masih dekat dengan DPD-DPD II Golkar. Bila hak suara juga diberikan pada DPD II, fungsionaris DPP Partai Golkar khawatir Akbar akan menyalip di tikungan. (noe/jpnn)

No comments:

Posting Terkini